islamkingdomfacebook islamkingdomyoutube islamkingdomtwitte


Ramadhan Mencetak Mukmin Pecinta Al-Qur’an


4624
SIFAT
Hari raya Iedul fitry adalah hari yang penuh dengan kenikmatan, kesenangan dan ibadah. Ia menjadi puncak pelaksanaan puasa bulan Ramadhan. Pada hari itu, seorang muslim wajib membayar zakat fitrah yang berfungsi sebagai pembersih baginya dari segala pelanggaran. Pada hari itu pula, Nampak perhatian islam terhadap nilai-nilai sosial dan humanisme ( kemanusiaan ). Ied sebagai kesempatan untuk mendekatkan hati-hati manusia dibawah naungan cinta dan kasih sayang dan merekatkan hubungan sosial yang mulai merenggang. Ied juga mengingatkan hak-hak kaum papa dalam masyarakat muslim, sehingga mereka juga ikut merasakan kegembiraan dan kebahagiaan.
p>Oleh: Ustadz Dr Taufiq Azhar Hulaimi, MA

Khutbah Pertama

اللهُ أَكبرِ ، ألله أَكبرَ ، اللهُ أَكبر .ِ

اللهُ أَكبرِ ، ألله أَكبرَ ، اللهُ أَكبرِ.

اللهُ أَكبرِ ، ألله أَكبرَ ، اللهُ أَكبرِ .

اللهُ أَكبرِ ، اللهُ أَكبرِ ، لَا إله إلّا اللهَ ، وَاللهَ أَكبرَ ، اللهُ أَكبرِ ، ولله الْحَمْدَ . اللهُ أَكبرِ كَبِيرَا ، وَالْحَمْدَ لله كَثِيرَا ، وَسُبْحَانَ اللهَ بِكْرَةٍ وأصيلا .

اللهُ أَكبرِ مَا نُطُقُ بِذَكَرِهُ وَتَعْظِيمَهُ نَاطِقَ ، اللهُ أَكبرِ مَا صُدُقُ فِي قَصْدِهُ وَعَمَلَهُ صَادِقَ ، اللهُ أَكبرِ مَا أَقَيَّمَتْ ‹ شَعَائِرُ الدِّينِ ‹› اللهُ أَكبرِ مَا رَفْرَفَتْ بِالنَّصْرِ أَعَلاَّمَ الْمُؤْمِنِينَ ، اللهُ أَكبرِ كُلَّمَا صَامَ صَائِمُ ، وَأَفْطَرَ ، وَكُلَّمَا لَاحَ صَبَاحَ عِيدَ ، وَأَسْفَرَ ، اللهُ أَكبرِ ، كُلَّمَا لَاحَ بَرْقُ ، وَأَنْوَرَ ، وَكُلَّمَا أَرَعْدَ سَحَابِ ، وَأَمْطَرَ الْحَمْدُ لله الَّذِي سَهْلَ لِعُبَّادِهُ طَرِيقَ الْعِبَادَةِ ، وَيُسْرَ ، ووفاهم أَجَوْرَهُمْ مِنْ خَزَائنِ جُودِهُ الَّتِي لَا تُنْفِدُ ، وَلَا تَحْصُرُ ، وَمِنْ عَلَيهُمْ بأعياد تَعَوُّدَ عَلَيهُمْ بِالْخِيرَاتِ ، وَالْبِرْكَاتِ ، وَتَتَكَرَّرُ ، وَتَابِعَ لَهُمْ بَيْنَ مَوَاسِمِ الْعِبَادَةِ لِتَشِيدُ الأوقات بِالطَّاعَةِ ، وَتُعْمِرُ ، فَمَا اِنْقَضَى شَهْرُ الصُّيَّامِ حَتَّى أَعْقُبَهُ بشهور حَجَّ ‹ بَيْتِ اللّهِ ‹ الْمَطْهَرَ نُحَمِّدُهُ عَلَى نُعْمِهُ الَّتِي لَا تَحْصَى ، وَلَا تَحْصُرُ ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى فُضُلِهُ وإحسانه ، وَحَقَّ لَهُ أَنْ يَشْكَرَ .

وَأَشْهَدَ أَنْ لَا إله إلّا اللهَ وَحْدِهُ لَا شَرِيكَ لَهُ إله اِنْفَرَدَ بِالْخُلُقِ والتدبير وَكُلَّ شَيْءَ عِنْدَه بأجل مُقَدَّرَ ، وَأَشْهَدَ أَنْ محمداً عَبْدَهُ وَرَسُولَهُ أَفَضْلَ مِنْ تَعَبُّدِ لله ، وَصَلَى ، وَزَكَّى ، وَحَجَّ ، وَاِعْتَمَرَ ‹ صَلَّى اللَّهُ ‹ عَلَيه ، وَعَلَى آله الَّذِينَ أَذَهَبَ اللهِ عَنْهُمْ الرِّجْسَ ، وَطهرَ وَعَلَى أَصحابَهُ الَّذِينَ سَبَّقُوا إِلَى الْخَيْرَاتِ ، فَنِعْمَ الصَّحْبَ وَالْمُعَشَّرَ ، وَعَلَى التَّابِعَيْنِ لَهُمْ بإحسان مَا بَدَا الْفَجْرُ ، وَأَنْوَرَ ، وَسَلْمَ تَسْلِيمَا .

أَمَا بَعْدَ : فِيَا أَيُّهَا النَّاسَ أَوَصِيَّكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المتقون . قَالُ تَعَالَى :

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ )[آل عمران: 102]

Hadirin yang dimuliakan Allah…

Hari ini adalah hari kebahagiaan bagi kaum Muslimin. Setelah satu bulan penuh berpuasa, membina diri dan menempa hati, kita berharap ibadah kita diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pada hari ini jutaan Umat Islam mengumandangkan Takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Takbir kita kumandangakan ketika Kita Shalat

Takbir kita kumandangakan ketika Kita berdzikir

Takbir kita kumandangakan ketika Kita ketika usaha keras kita membuahkan hasil

Takbir kita kumandangakan ketika Kita mendapatkan Kemenangan

Takbir kita kumandangakan ketika keinginan Kita tercapai

Kita berharap kaum Muslimin mengumandangkan Takbir ketika mampu mengembalikan kejayaan di masa silam. Teriakan Takbir kita menunjukan puncak penghambaan kita kepada Allah. Kita mengakui tiada daya dan tiada upaya, prestasi apapun yang kita ciptakan semata-mata hanya karunia Allah.

Hadirin yang Dimuliakan Allah!

Teriakan takbir menekan kesombongan manusia. Kesombongan adalah penghalang masuknya manusia ke dalam naungan keimanan.

(قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا بِالَّذِي آَمَنْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ )[الأعراف: 76]

“Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu.” (Al-A’raaf 76)

Kesombongan mendorong manusia untuk tidak menerima petunjuk Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka lebih suka membuat aturan sendiri daripada menaati aturan yang Allah turunkan.

(سَأَصْرِفُ عَنْ آَيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آَيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ )[الأعراف: 146]

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat kami dan mereka selalu lalai dari padanya.”(Al-A’raf 146)

Menghilangkan kesombongan menjadi syarat mutlak agar kita mau menjadikan Al- Qur’an sebagai petunjuk.

(إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآَيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ )[السجدة: 15]

“Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat-ayat kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.” (As-Sajdah 15)

Allah Mengazab kaum-kaum sebelumnya karena mereka sombong di atas kebenaran, mereka sombong dan menolak ayat-ayat Allah.

(إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآَيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ )[السجدة: 15]

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-A’raf 36).

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Bulan Ramadhan sudah kita lalui, sebulan penuh kita ditempa dan dibina. Sebulan penuh kita mengisi bulan suci ini dengan Ibadah, puasa, tarawih, membaca Al-Qur’an, zakat dan ibadah lainya. Puasa di bulan Ramadhan disyariatkan untuk mengenang dan menghormati turunnya Al-Qur’an. Ibadah-ibadah di bulan Ramadhan pun bertujuan membentuk karakter takwa dalam diri umat Islam.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ [البقرة183: )184]

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (184.) (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.” (Al-Baqarah: 183-184)

Takwa adalah kesiapan hati untuk menerima dan menjalankan Al-Qur’an.

(ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ )[البقرة: 2]

“Kitab (Al-Qur’an) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 2)

Takwa adalah menjalankan Perintah Allah dan mejauhi larangan-Nya.

قَالُ عُميزِ : التَّقْوَى تَرْكَ مَا ‹ حَرَمُ اللَّهِ ‹ وأداء مَا اِفْتَرَضَ اللهُ

Takwa adalah menerima perintah untuk berbuat adil dan kebajikan.

فِي الْحَديثِ:« جِمَاعَ التَّقْوَى فِي قَوْلِهُ تَعَالَى (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ ) (النحل:٩٠)

Untuk mengukur apakah kita menjadi orang-orang bertakwa atau belum, kita bertanya pada diri kita sendiri apakah kita siap menjalankan apa yang diperintahkan Al-Qur’an dan menjauhi apa yang dilarang Al-Qur’an? Kesiapan kita membawa kita ke surga-Nya Allah. Ketidaksiapan kita hanya akan menyengsarakan kita di dunia dan akhirat.

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Hari Ini adalah Idul Fitri, Hari Raya Fitri. Hari manusia kembali kepada fitrahnya. Hari yang menandai berakhirnya bulan Ramadhan. Puasa Ramadhan dan serangkaian amaliyah Ramadhan telah mengkondisikan dan melatih kita agar menyadari dan memahami fitrah kita. Kita sudah dikondisikan untuk menetapi fitrah.

Fitrah adalah asal penciptaan manusia. Fitrah adalah kesiapan manusia untuk mengatakan bahwa Allah adalah Tuhannya. Fitrah adalah kesiapan manusia untuk menerima kebenaran. Fitrah adalah kesiapan manusia untuk taat dan tunduk dengan aturan Allah. Baik berupa larangan atau perintah.

Fitrah merupakan ciri kemanusiaan seorang manusia. Jika Fitrah itu ditanggalkan, baik sebagian ataupun keseluruhan, maka hal itu sama saja menanggalkan ciri kemanusiaan itu sendiri. Manusia akan tercabut dari kemanusiaanya. Ketika manusia tidak siap menerima kebenaran dan tidak siap menjalankannya, Allah menilai manusia yang demikian lebih sesat dari bintang. Kemudian neraka Jahannam sebagai tempat persinggahan terakirnya.

(وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ )[الأعراف: 179]

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi nereka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergukan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-‘Araf-179)

Di sisi lain, manusia sering bertindak melampaui batas fitrahnya. Fitrah manusia menyatakan bahwa manusia makhluk yang diliputi kelemahan dan keterbatasan. Fitrah tidak membenarkan manusia menempati posisi Tuhan dalam pembuatan hukum.

(أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ )[الشورى: 21]

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” (Asy-Syura: 21)

Fitrah tidak membenarkan manusia membatasi kekuasaan Allah hanya dalam perkara spiritual ibadah saja, sementara dalam perkara politik keduniaan, manusia yang berkuasa menentukan aturannya. Kenyataan sekularistik seperti itu merupakan penyimpangan terhadap fitrah. Manusia akan terjerumus terhadap hawa nafsu dan materi.

) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا) [الفرقان54: 55]

(الفرقان:٤٣-٤٤)

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilahnya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Ataukah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu.” (Al-Furqan: 43-44)

Al-Qur’an menceritakan, ketika manusia tidak menjalankan fitrah maka mereka akan membuat kerusakan di muka bumi, setelah mereka mencapai kemajuan dalam peradaban.

( أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ 6 إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ 7 الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ8 وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ 9 وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ 10 الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ11 فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ 12 فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ )[الفجر:6-13]

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, dan kaum Tsamut yang memotong batu-batu yang besar di lembah, dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negerinya, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab.” (Al-Fajr: 6-13)

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Kalaulah kita mau bertafakkur dan bertanya, apakah Allah mempunyai kepentingan pribadi di balik peritah dan larangan-Nya? Jawabannya tentu tidak. Apakah ketaatan manusia menambah keagungan Allah? Apakah keingkaran manusia mengurangi keagugan Allah? Apabila seluruh manusia yang pernah hidup di muka bumi ini taat, maka ketaatan itu tidak menambah keagungan Allah. Begitu pula sebaliknya, apabila seluruh manusia membangkang maka tidak akan mengurangi keagungan Allah. Allah sama sekali tidak membutuhkan ketataan ciptaan-Nya. Allah Berfirman,

(وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ )[العنكبوت: 6]

“Barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta.” (Al-Ankabut: 6)

Lantas mengapa Allah menurunkan aturan-Nya melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah? Jawabannya ada di Firman Allah,

(وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ )[الأنبياء: 107]

“Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya: 107)

Datangnya Rasullullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa ajaran dan aturan-aturan Allah merupakan rahmat bagi manusia, kasih sayang dari Allah agar manusia hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Apabila manusia taat, maka akan diberi pahala surga dan diberi kehidupan yang baik. Sebaliknya apabila ingkar akan diberikan kehidupan yang susah di dunia dan dimasukkan ke dalam neraka di akhirat kelak. Masihkah manusia mempunyai alasan untuk tidak taat? Masihkah ada alasan untuk tidak mengikuti fitrahnya?

(قلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ )[يونس: 108]

“Katakanlah, Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.” (Yunus: 108)

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Tidak ada alasan bagi kita sebagai manusia untuk tidak taat dengan aturan Allah. Tidak ada sedikit pun argumen untuk mengatakan “tidak” di hadapan syariat Allah. Tentunya kita tidak ingin seperti kaum ‘Ad, Tsamud, fir’aun dan kaum lainnya yang dihancurkan karena keingkaran mereka.

Allah memerintahkan kepada kita untuk mengadakan tur ke tempat-tempat peninggalan kaum-kaum yang dihancurkan, agar menjadi bukti dari kepastian akan azab Allah. Orang yang tidak mau dengan syariat Allah pasti dihancurkan.

(وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ )[النحل: 36]

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu,” maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula Di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 36).

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Ibadah dalam Islam tidak hanya sekadar mengisi kebutuhan jiwa kita, akan tetapi ibadah adalah persiapan kita untuk melakukan kerja (Al-amal). Satu hal yang sangat ironis, rajin beribadah akan tetapi tidak rajin bekerja, atau sebaliknya rajin bekerja tapi tidak rajin beribadah. Ibadah dan kerja adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, satu sama lainnya saling membutuhkan.

Karena itu Allah memerintahkan kita untuk beribadah, berbuat baik dan berusaha keras (mujahadah). Allah Berfirman,

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 77 وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ)

[الحج: 77-78]

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj 77-78)

Buah dari Ibadah adalah tunduk kepada kebenaran yang diturunkan Allah (Al-Qur’an). Ibadah yang tidak menghasilkan ketaatan kepada Al-Qur’an hanya akan menghasilkan hati-hati yang keras. Allah menegur dan mengingatkan agar tidak melakukan kesalahan dalam beribadah seperti yang pernah terjadi pada kaum sebelum kita.”

(أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ )[الحديد: 16]

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang Telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya Telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi kerasdan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadiid: 16)

Ibadah yang benar melahirkan Muslim yang rajin bekerja dengan ihsan dan professional. Ibadah kita menjadi landasan kerja kita, agar kita tetap ikhlas dalam bekerja. Ikhlas dalam bekerja berarti professional dalam bekerja.

Bekerja tanpa dilandasi ibadah melahirkan kerja yang didorong hawa nafsu. Rasululah mengibaratkan orang yang giat bekerja tapi malas beribadah bagaikan keledai, giat di siang hari, tidur di malam hari. Bahkan Allah marah kepada pekerja keras tapi tidak ibadah.

عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ بِالأَسْوَاقِ جِيفَةٍ بِاللَّيْلِ حِمَارٍ بِالنَّهَارِ عَالِمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا جَاهِلٍ بِأَمْرِ الآخِرَةِ. صحيح ابن حبان ج١/ص۲٧٤

Setelah Ramadhan berakhir, marilah kita menjadi pekerja-pekerja keras, yang dibangun di atas nilai-nilai ibadah. Karena negeri ini membutukan orang-orang professional yang jujur, ikhlas, sehingga cita-cita baldatun thoyyibun wa robbun ghofur bisa diwujudkan.

Hadirin yang dimuliakan Allah!

di bulan puasa kita beribadah dengan harapan Allah mengampuni dosa-dosa kita. Kemudian kita pun berharap kita dibebaskan dari ancaman neraka-Nya. Namun itu semua baru satu bagian dari dosa-dosa kita, yaitu dosa yang berhubungan dengan hak-hak Allah. Di sana ada bagian lain dari dosa, yaitu dosa yang berhubungan dengan hak-hak manusia. Dosa seperti ini tidak bisa diampuni Allah kecuali apabila pihak yang bersangkutan memaafkannya. Segala kedholiman akan ditanya dihari kiamat kelak, besar atau kecil.

Pada Idul Fitri ini kita berkesempatan untuk meminta maaf kepada sesama manusia. Meminta maaf dari segala kekhilafan selama kita berinteraksi, baik dengan orang tua, tetangga, kerabat, teman satu pekerjaan ataupun rekanan kerja.

Idul Fitri kali ini bertepatan dengan hari Jum’at. Rasulullah memberi keringanan kepada kita untuk tidak shalat Jum’at apabila sudah melaksanakan shalat Id. Namun bagi pengurus masjid wajib mengadakan shalat Jum’at agar menyediakan kesempatan shalat bagi para jamaah yang ingin melakukan shalat Jum’at.

وَعَنْ أَبِي هَرِيرَةً أَنَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلْمَ قَالِ :( قَدْ اِجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانَ ، فَمِنْ شَاءَ أَجْزَأُهُ مِنْ الْجُمْعَةِ وإنا مُجْمِعُونَ ) رَوْاهُ أبوداود .

“Rasulullah Bersabda, Pada hari ini bersatu dua hari raya, barangsiapa ingin mencukupkan dengan shalat Id saja tanpa shalat Jum’at maka diperbolehkan, tetapi kami tetap melakukan shalat Jum’at.” (HR. Abu Daud)

بَارُّكَ اللهَ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآن الْعَظِيمَ ، وَنَفِّعِنَّي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيه مِنْ الآيات وَالذّكرَ الْحَكِيمَ ، أَقولَ قَوْلِي هَذَا وَاِسْتَغْفَرَ اللهُ لِي وَلَكُمْ مَعَاشِرَ الْمُؤْمِنِينَ رحمَكُمْ اللهُ ، إِنَّ اللهُ وَمَلاَئِكَتَهُ يَصُولُونَ عَلَى النَّبِيِّ ، يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمنوا صَلُوا عَلَيه وَسَلْمُونَ تَسْلِيمَا .

اللَّهُمُّ صِلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ كَمَا صَلِيَتْ عَلَى سَيِّدِنَا إبراهيم وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إبراهيم وِبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ ، كَمَا بَارَكَتْ عَلَى سَيِّدِنَا إبراهيم وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إبراهيم فِي الْعَالِمِينَ إِنَّكِ حَمِيدَ مُجِيدِ .

اللَّهُمُّ اِغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأحياء مِنْهُمْ والأموات اللَّهُمُّ اِغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِينَ وَرحمَهُمْ كَمَا رَبْوَنَا صغارَا .

اللَّهُمُّ تَقَبُّلِ مَنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَرُكوعَنَا وَسُجُودَنَا وَخَشُوعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتِمَمَ تَقْصيرِنَا بِرَحِمَتِكَ يا أَرحمَ الرّاحِمِينَ . اللَّهُمُّ إنا نَسْأَلُكَ مِنْ الْخَيْرِ كُلَّه مَا عَلْمُنَا مِنْه وَمَا لَمْ نُعْلَمْ الْهِمَّ أَصلحَ دِينِنَا الَّذِي هوعصمة أَمرَّنَا ، وَأَصْلَحَ دُنْياُنَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشَنَا ، وَأَصْلَحَ آخرتنا الَّتِي إِلَيهَا مُعَادَنَا ، وَاِجْعَلْ الْحَيَاةَ زِيادَةَ لَنَا فِي كُلَّ خَيِّرَ ، وَاِجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةَ لَنَا مِنْ كُلَّ شَرَّ .

اللَّهُمُّ أَصلحَ أَحَوَالَ الْمُسْلِمِينَ وَأُرَخِّصُ أَسُعَارَهُمْ وآمنهم فِي أَوَطَانِّهُمْ يا مِقْلَبَ الْقُلُوبِ ثَبْتَ قُلُوبِنَا عَلَى دِينِكَ ، يا مَصْرِفَ الْقُلُوبِ صِرْفَ قُلُوبِنَا عَلَى طَاعَتِكَ (رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ )[البقرة: 201]

عبَادُ اللَّهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعِدْلِ والإحسان وإيتاء ذى الْقربى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكِرِ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكِرُونَ فَاِذَّكَرُوا اللَّه الْعَظِيمَ يَذَّكِرُكُمْ وَاِسْأَلُوهُ مِنْ فُضُلِهُ يُعْطَكُمْ وَلِذَكَرِ اللهُ أَكبرِ وَاللهَ يُعْلِمُ مَا تُصَنِّعُونَ

اللهُ أَكبرِ ، ألله أَكبرَ ، اللهُ أَكبرِ.

اللهُ أَكبرِ ، ألله أَكبرَ ، اللهُ أَكبرِ.

اللهُ أَكبرِ! اللهُ أَكبرِ ، اللهُ أَكبرِ ، لَا إله إلّا اللهَ ، وَاللهَ أَكبرَ ، اللهُ أَكبرِ ، ولله الْحَمْدَ . اللهُ أَكبرِ كَبِيرَا ، وَالْحَمْدَ لله كَثِيرَا ، وَسُبْحَانَ اللهَ بِكْرَةٍ وأصيلا .

إِنَّ الْحَمْدَ لله نُحَمِّدُهُ ونستعينه وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنَفْسُنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعُمَّالَنَا ، مِنْ ‹ يَهْدِهِ اللَّهُ ‹ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمِنْ يُضَلِّلُهُ فَلَا هَادِي لَهُ . وَأَشْهَدَ أَلَا إله إلّا اللهَ وَحْدِهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدَ أَنْ مُحَمَّدَا عَبْدَهُ وَرَسُولَهُ .

مَعَاشِرُ الْمُؤْمِنِينَ ، رحمَكُمْ اللهَ : )إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا )[الأحزاب: 56]

اللَّهُمُّ صِلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ كَمَا صَلِيَتْ عَلَى سَيِّدِنَا إبراهيم وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إبراهيم ، إِنَّكِ حَمِيدَ مُجِيدِ ، وِبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدَ ، كَمَا بَارَكَتْ عَلَى سَيِّدِنَا إبراهيم وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إبراهيم إِنَّكِ حَمِيدَ مُجِيدِ .

اللَّهُمُّ اِغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأحياء مِنْهُمْ والأموات اللَّهُمُّ إنا نَسْأَلُكَ مِنْ الْخَيْرِ كُلَّه مَا عَلْمُنَا مِنْه وَمَا لَمْ نُعْلَمْ اللَّهُمُّ أَصلحَ أَحَوَالَ الْمُسْلِمِينَ وَأُرَخِّصُ أَسُعَارَهُمْ وآمنهم فِي أَوََطَانِّهُمْ يا مِقْلَبَ الْقُلُوبِ ثَبْتَ قُلُوبِنَا عَلَى دِينِكَ ، يا مَصْرِفَ الْقُلُوبِ صِرْفَ قُلُوبِنَا عَلَى طَاعَتِكَ (رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ )[البقرة: 201]

عبَادُ اللَّهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعِدْلِ والإحسان وإيتاء ذى الْقربى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكِرِ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكِرُونَ فَاِذَّكَرُوا اللَّه الْعَظِيمَ يَذَّكِرُكُمْ وَاِسْأَلُوهُ مِنْ فُضُلِهُ يُعْطَكُمْ وَلِذَكَرِ اللهُ أَكبرِ وَاللهَ يُعْلِمُ مَا تُصَنِّعُونَ